Wayang Kulit Betawi

Menurut beberapa sumber, Wayang Kulit Betawi berhubungan dengan penyerangan tentara Sultan Agung dari Mataram ke Batavia. Peristiwa ini terjadi pada saat Batavia dipimpin oleh Gubernur Jenderal Jan Pieterzoon Coen.

Meskipun Wayang Kulit Betawi bersumber dari Wayang Kulit Purwa, namun pada praktiknya pergelaran Wayang Kulit Betawi memperlihatkan kekhasannya tersendiri. Yang dimaksud dengan kekhasan tersendiri, yaitu cerita yang dibawakan disesuaikan dengan kondisi masyarakat Betawi yang cair atau egaliter. Maka cerita yang disesuaikan dengan kondisi lokal Betawi lebih dominan. Oleh sebab itu, Wayang Kulit Betawi lebih merakyat, sederhana, polos, dan mementingkan keakraban dengan penontonnya.

Sampai tahun 1920-an musik yang mengiringi Wayang Kulit Betawi disebut Gamelan Ajeng. Alat musik Gamelan Ajeng terdiri atas: rebab, terompet, dua buah saron, gedemung, kromong, kecrek, gendang, kempul, dan goong.