Seni Pertunjukan / Teater Betawi

Teater Tradisional atau yang dikenal dengan istilah “Teater Daerah” merupakan suatu bentuk pertunjukan dimana para pemainnya berasal dari daerah setempat dengan membawakan cerita yang bersumber dari kisah-kisah yang sejak dulu telah berakar dan dirasakan sebagai milik sendiri oleh setiap masyarakat yang hidup di lingkungan tersebut.

Dalam teater tradisional segala sesuatunya disesuaikan dengan kondisi adat istiadat, diolah dengan keadaan sosial masyarakat, serta struktur geografis masing-masing daerah.

Mau tau apa saja jenis seni pertunjukan asal Betawi? Berikut seni pertunjukan/teater tradisional asal Betawi yang harus kita kenal.

 

Lenong

Lenong mulai berkembang  akhir abad ke-19. Sebelumnya masyarakat mengenal Komedi Stambul dan Teater Bangsawan. Hampir di semua wilayah Jakarta ada perkumpulan atau grup Lenong.

Lenong bukan cuma sekadar hiburan saja, tetapi juga sarana ekspresi perjuangan dan protes sosial. Lakonnya mengandung pesan moral, menolong yang lemah, membenci kerakusan dan perbuatan tercela. Hampir dalam semua lakonnya selalu muncul seorang yang berjiwa ksatria untuk membela rakyat kecil yang tertindas. Lenong ada dua jenis: Preman dan Denes.

 

Lenong Denes

Lenong Denes menyajikan cerita-cerita kerajaan dalam pementasannya, antara lain: Indra Bangsawan, Jula-Juli Bintang Tujuh, dan cerita Cerita 1001 Malam. Pementasan Lenong Denes menggunakan bahasa Melayu tinggi. Contoh kata-kata yang sering digunakan antara lain: tuanku, baginda, kakanda, adinda, beliau, daulat tuanku, syahdan, hamba. Dialog dalam Lenong Denes sebagian besar dinyanyikan. Adegan-adegan perkelahian dalam Lenong Denes tidak menampilkan silat, tetapi tinju, gulat, dan main anggar (pedang).

 

Lenong Preman

Lenong Preman kebalikan dari Lenong Denes. Lenong Preman membawakan cerita drama rumah tangga sehari-hari, disebut juga Lenong Jago. Disebut demikian karena cerita yang dibawakan umumnya kisah para jagoan, antara lain: Si Pitung, Jampang Jago Betawi, Mirah Dari Marunda, Si Gobang, Pendekar Sambuk Wasiat, Sabeni Jago Tenabang,  dan lain-lain. Dengan begitu diketahui cerita tentang kepahlawanan dan kriminal menjadi tema utama lakon lenong.

Lenong Preman menggunakan bahasa Betawi dalam pementasannya. Dengan menggunakan bahasa Betawi, terjadi keakraban antara pemain dan penonton. Banyak penonton yang memberi respon spontan dan pemain menanggapi. Dialog dalam lakon lenong umumnya bersifat polos dan spontan. Karena cerita yang dibawakan masalah sehari-hari, kostum/pakaian yang  digunakan adalah pakaian sehari-hari.

 

Topeng

[Foto]

Topeng dalam bahasa Betawi mempunyai tiga arti: kedok penutup wajah, teater atau pertunjukan, dan primadona atau penari. Topeng yang dimaksud di sini dalam pengertian pertunjukan atau teater rakyat Betawi.

Awalnya pertunjukan topeng tidak menggunakan panggung tapi di tanah. Bila perkumpulan topeng mengadakan pementasan, properti yang digunakan hanya colen atau lampu minyak bercabang tiga dan gerobak kostum diletakkan di tengah arena. Dengan kondisi itu pemain dan penonton tidak dibatasi dengan tirai atau dekor apapun. Pergantian adegan dilakukan dengan mengitari colen.

Pertunjukan topeng diiringi oleh musik tabuhan topeng. Tabuhan topeng terdiri dari rebab, kromong tiga, gendang besar, kulanter, kempul, kecrek, dan gong buyung. Lagu yang dimainkan khas daerah pinggir Jakarta. Nama lagunya antara lain : Kang Aji, Sulamjana, Lambangsari, Enjot-enjotan, Ngelontang, Glenderan, Gojing, Sekoci, Oncom Lele, Buah Kaung, Rembati, Lipet Gandes, Ucing-Ucingan, Gegot, Gapleh, Karantangan, Bombang, dan lain-lain.

 

Blantek

Blantek awalnya diakui sebagai teater topeng tingkat pemula. Di kalangan seniman topeng, jika ada pemain topeng yang bermain jelek, diejek dengan menyebutnya sebagai pemain topeng blantek.

 

Pada perkembangannya, blantek memiliki identitas sendiri. Musik pengiringnya rebana biang. Di awal pertunjukan dibawakan lagu-lagu zikir dan shalawat. Kreativitas mereka berkembang dengan menampilkan Tari Blenggo, Pencak Silat, dan Sulap. Pertunjukan Blantek merupakan campuran antara tari, nyanyi, guyonan, dan lakon.

 

Jipeng dan Jinong

Jipeng berarti akronim dari kata tanji dan topeng. Sebagai kesenian perpaduan, tata cara pergelaran Jipeng tidak berbeda dengan pergelaran topeng. Bedanya pada awal pertunjukan dan kostum. Kostum yang digunakan pemain Jipeng lebih sederhana. Untuk penarinya, Jipeng cukup memakai kebaya, kain panjang, dan selendang panjang yang diikatkan di pinggang. Topeng diawali dengan lagu arang-arangan atau enjot-enjotan, Jipeng diawali dengan lagu-lagu mars dan was (wals) khas Tanjidor. Tema dan cerita yang dibawakan Jipeng tidak banyak berbeda dengan topeng.

Pertunjukan Lenong Preman dengan iringan musik Tanjidor disebut Jinong. Jinong, pada masanya, berdiri sendiri sebagai teater rakyat. Lakon yang dibawakan Jinong biasanya sama dengan lakon yang dibawakan lenong. Lakon-lakon Si Jampang, Si Pitung, Si Angkri Jago Pasar Ikan, menjadi primadona dalam pertunjukan Jinong.

 

Wayang Kulit Betawi

Menurut beberapa sumber, wayang kulit Betawi berhubungan dengan penyerangan tentara Sultan Agung dari Mataram ke Batavia. Peristiwa ini terjadi pada saat Batavia dipimpin oleh Gubernur Jenderal Jan Pieterzoon Coen.

Tapi antara wayang kulit Betawi dengan wayang Jawa Tengah tetap ada perbedaan. Wayang kulit Betawi lebih merakyat, sederhana, polos, dan mementingkan keakraban dengan penontonnya.

Musik yang mengiringi wayang kulit Betawi disebut Gamelan Ajeng. Alat musik Gamelan Ajeng terdiri atas: terompet, dua buah saron, gedemung, kromong, kecrek, gendang, kempul, dan goong. Namun dahulu sampai tahun 1920-an, wayang kulit Betawi diiringi Gamelan Ajeng.

Sumber: Berbagai Sumber