Bagi masyarakat Betawi pada umumnya kita mengenal upacara Nuju Bulanan (nujuh bulanan). Upacara ini dimaksudkan untuk mendapatkan rasa aman, mensyukuri nikmat Tuhan dan memohon untuk mendapatkan berkat dari Yang Maha Kuasa serta memberitahukan akan ada anggota keluarga baru yang ada di tengah-tengah mereka.
Selain itu upacara ini juga mengandung harapan agar anak yang sedang dikandung akan lahir dengan selamat.
Ada beberapa keharusan dan pantangan yang senantiasa harus diingat dalam memelihara kehamilan. Perempuan hamil harus senantiasa berzikir (memuji keesaan Allah) dan sesering mungkin membaca shalawat dan membaca Al-Qur’an khususnya surat Yusuf. Sedangkan pantangannya antara lain jangan membunuh binatang, jangan menghina fisik orang lain, dan jangan membicarakan keburukan orang atau hal-hal buruk lainnya. Ia juga dilarang makan daging ayam yang kena sakit sampar (telo), ikan yang berenangnya miring, daging babi, pisang ambon, nanas, nangka dan isi perut binatang ternak. Kalau pantangan itu dilanggar tanpa disadari akan berakibat buruk bagi anak yang dilahirkan. Bisa saja si anak akan cacat secara fisik. Sedangkan pantangan memakan daging ayam, ikan dan daging bagi ibu hamil seperti disebut di atas agar anak yang dilahirkan tidak kena penyakit ayan (epilepsi) karena banyak ditemui kejadian yang berkenaan dengan kasus itu.
Tahap kehamilan selanjutnya adalah nuju bulan. Tanggal pelaksanaannya biasanya antara tanggal 7, 17, atau 27 dari bulan hijriyah. Orang Betawi biasanya memilih tanggal 7 atau 17, karena tanggal 27 dianggap sudah masuk bulan ke delapan. Upacara nuju bulan dilakukan tiga tahap yaitu selametan (tahlilan) dengan membaca surat Yusuf di dalam ruangan, mandi air kembang di kamar mandi, dan ngirag (pemeriksaan posisi jabang bayi di dalam perut Ibunya yang dilakukan oleh dukun beranak untuk memastikan kondisi bayi berada pada posisi yang benar. Ngirag di daerah lain disebut juga gedog. Dapat pula dilakukan sebaliknya, mulai dari ngirag dan seterusnya.