Pitung (Si Pitung)

Pitung lahir di Pengumben, sebuah kampung kumuh di Rawabelong, dekat Stasiun Palmerah sekarang ini. Putra keempat dari Bang Piung dan Mpok Pinah ini bernama asli Salihoen. Masa kecilnya dihabiskan di pesantren pimpinan Hadji Naipin. Selain mengaji, dia belajar silat. Ketika dewasa, Pitung terkenal di kalangan rakyat Betawi sebagai seorang jago yang baik hati. Ia merampok para kompenie untuk dibagikan kepada rakyat miskin. Aksi-aksinya terekam dalam suratkabar Hindia Olanda, dan disebut sebagai salah satu buronan kelas kakap polisi kolonial.

Cerita Si Pitung ini dituturkan oleh masyarakat Indonesia hingga saat ini dan menjadi bagian legenda serta warisan budaya Betawi khususnya dan Indonesia umumnya. Kisah legenda Si Pitung ini kadang-kadang dituturkan menjadi Rancak (sejenis balada), syair, atau cerita Lenong. Dalam versi Koesasi (1992), Pitung diidentikkan dengan tokoh Betawi yang membumi, seorang muslim yang saleh, dan menjadi contoh suatu keadilan sosial.

Setelah kematiannya, Si Pitung dengan cepat dilupakan orang-orang Belanda. Tapi tidak dengan orang Indonesia. Kisah Si Pitung terawat dengan baik, lewat lenong maupun film. Bagi mereka, Si Pitung adalah Robin Hood dari Betawi.