Upacara Bikin dan Pindah Rumah (pinde rume) upacara adat yang berhubungan dengan siklus atau daur hidup manusia. Membikin atau membangun rumah bagi orang Betawi adalah pekerjaan yang amat penting. Itulah sebabnya dibutuhkan beberapa persyaratan antara lain tersedianya biaya, material bangunan, dan lahan tempat didirikannya bangunan. Selain itu ada syarat yang juga amat penting namun bukan material, yaitu perhitungan yang berporos kepada alam gaib.
Bahan bangunan dari jenis kayu yang sudah tua, antara lain nangka, duren, kecapi, jamblang, cempaka, jengkol, dan sebagainya. Jenis pohon itu memang banyak tumbuh di pemukiman Betawi. Jenis kayu nangka karena warnanya kuning tidak boleh digunakan membuat drompol (bagian bawah kusen pintu atau bagian bawah lainnya). Dipercaya jika kayu ini dilangkahi akan mengakibatkan sakit kuning. Kayu nangka utamanya digunakan sebagai tiang guru, dinding rumah, dan pintu panel berukir. Komposisi kayu nangka dan kayu jamblang akan jauh lebih indah jika diambil bagian paling tengahnya. Jenis kayu cempaka seyogyanya dipakai untuk kusen pintu bagian atas. Ini mempunyai makna tertentu yaitu agar pemilik rumah senantiasa dihormati dan disenangi tetangga. Sedangkan jenis kayu asem pantang digunakan sebagai bahan bangunan. Sifat asem ditafsirkan akan mempengaruhi harmonisasi antara pemilik rumah dengan tetangganya. Dapat terjadi rumah mempunyai kesan kumal, gersang dan tidak berwibawa.
Pindah rumah (pinde rume) bagi orang Betawi memiliki arti khusus dan strategis. Rumah bukan hanya berfungsi sebagai tempat berlindung dari gempuran musim yang tidak ramah, namun lebih dari itu rumah adalah tempat dimulai terjadinya generasi mendatang yang kokoh lahir batin. Itulah sebabnya pinde rume ini wajib dipersiapkan sematang-matangnya, membutuhkan ketersediaan dana serta melibatkan seluruh tetangga, tokoh masyarakat, alim ulama, grup kesenian, dan lain-lain.
Filosofi utama rumah dalam masyarakat Betawi dinyatakan dalam peribahasa kata “Mulaiin dari rumah, pulang ke rumah”