Alat Musik Tradisional Betawi

Indonesia dikenal sebagai Negara kepulauan yang kaya akan sumber daya alam, ragam budaya, agama, bahasa, dan potensi untuk dikembangkan, salah satunya adalah kekayaan musik tradisional. Indonesia memiliki musik yang tidak dimiliki penduduk bumi yang lain, musiknya unik, memiliki kelebihan, enak dimainkan, bersahabat dengan alam dan diakui dunia.

Musik Tradisional juga adalah musik yang berkembang secara tradisional di kalangan suku-suku tertentu, berasal dari berbagai daerah tak terkecuali di Indonesia. Lahir dan berkembang di suatu daerah tertentu dan diwariskan secara turun temurun dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Keberadaannya menggunakan bahasa, gaya dan tradisi khas daerah setempat.

Sayangnya, di jaman yang serba modern seperti sekarang ini musik tradisional mulai dilupakan karena dianggap tidak modern dan ketinggalan jaman. Sebagai anak muda generasi penerus bangsa, rasanya penting banget buat Kita mengetahui musik tradisional. Paling tidak mengetahui musik-musik tradisional asal daerah tempat dimana Kita tinggal.

Sayang kalo Kita menyia-nyiakan potensi lokal yang telah Kita miliki. Supaya Kita bisa menjadi salah satu anak muda yang yang cinta dengan kekayaan lokal, apa salahnya mengenal musik tradisional asal Betawi yang saat ini menjadi daerah asal Kita tinggal. Karena kalau bukan Kita yang memperhatikan, siapa lagi?

 

Gambang Kromong

Nama musik Gambang Kromong diambil dari nama alat musik yaitu Gambang dan Kromong. Selain Gambang dan Kromong, alat musik lainnya : kongahyan, tehyah, sukong, gendang, kempul, gong, gong enam, kecrek, dan ningnong.

Umumnya Gambang Kromong menjadi pengiring pertunjukan Lenong dan Tari Cokek. Sebenarnya Gambang Kromong dapat tampil secara mandiri. Artinya tampil membawakan lagu-lagu instrumental dan vokal.

 

 

 

Foto : Lembaga Kebudayaan Betawi

 

Gambang Rancag

Gambang Rancag terdiri dari dua unsur, yaitu : Gambang dan Rancag. Gambang berarti musik pengiringnya dan Rancag adalah cerita yang dibawakannya.

Gambang Rancag berarti nyanyian yang menuturkan cerita rakyat Betawi dalam bentuk pantun berkait. Gambang Rancag umumnya membawakan lakon jago, seperti: Si Pitung, Si Jampang, Si Angkri,  dan lain-lain. Istimewanya lakon-lakon itu diubah menjadi pantun berkait. Lakon jago yang digubah menjadi pantun berkait dibawakan atau dinyanyikan oleh dua orang bergantian. Sama dengan berbalas pantun.

Selanjutnya alat musik Keroncong Tugu ditambah dengan suling, biola, rebana, mandolin, cello, kempul, dan triangle (besi segitiga). Dulu sering membawakan lagu berirama melankolis, diperluas dengan irama pantun, irama stambul, irama Melayu, langgam keroncong, dan langgam Jawa.

 

 

 

 

Foto : Budaya Jawa

 

Tanjidor

Musik Tanjidor sangat dipengaruhi musik Belanda. Alat musiknya terdiri atas klarinet, peston, trombon, tenor, bass, gendang dan drum (bedug). Lagu-lagu yang dibawakan antara lain : Batalion, Kramton, Bananas, Delsi, Was Tak-tak, Welmes, Cakranegara. Judul lagu itu berbau Belanda meski dengan ucapan Betawi.

Lagu-lagu Tanjidor bertambah dengan membawakan lagu-lagu Betawi seperti: Jali-Jali, Surilang, Sirih Kuning, Kicir-Kicir, Cente Manis, Stambul, dan Persi.

 

 

 

Foto : Sumber.com

 

Rebana Biang

Disebut Rebana Biang karena salah satu rebananya berbentuk besar. Rebana Biang terdiri dari tiga buah rebana. Yang kecil bergaris tengah 30 cm diberi nama Gendang. Yang berukuran sedang bergaris tengah 60 cm dinamai Kotek. Yang paling besar bergaris tengah 60 – 80 cm dinamai Biang. Karena bentuknya yang besar, Rebana Biang sukar dipegang. Untuk memainkannya para pemain duduk sambil menahan rebana.

Dalam membawakan sebuah lagu, ketiga rebana itu mempunyai fungsi sendiri-sendiri. Biang berfungsi gong. Gendang dipukul secara rutin untuk mengisi irama pukulan sela dari biang. Kotek lebih kepada improvisasi dan pemain Kotek biasanya paling mahir. Semula rebana ini lahir terkait kegiatan tarekat. Lagu-lagunya antara lain Allahu-Ah, Robbuna Salun, Allah Aisa, Allahu Sailillah, Alfasah, Dul Sayiduna, Dul Laila, dan lain-lain.

 

 

 

Foto : WordPress.com

 

Rebana Ketimpring

Rebana Ketimpring jenis rebana yang paling kecil. Garis tengahnya hanya berukuran 20 sampai 25 cm. Dalam satu grup ada tiga buah rebana. Ketiga rebana itu mempunyai sebutan, yaitu rebana tiga, rebana empat, dan rebana lima. Rebana lima berfungsi sebagai komando. Sebagai komando, rebana lima diapit oleh rebana tiga dan rebana empat. Rebana Ketimpring ada dua macam. Pertama Rebana Ngarak. Kedua Rebana Maulid.

Sesuai dengan namanya, Rebana Ngarak berfungsi mengarak dalam suatu arak-arakan. Rebana Ngarak biasanya mengarak mempelai pengantin pria menuju ke rumah mempelai pengantin wanita. Syair lagu Rebana Ngarak biasanya shalawat. Syair shalawat itu diambil dari kitab maulid Syarafal Anam, Addibai, atau Diiwan Hadroh. Karena berfungsi mengarak itulah, Rebana Ngarak tidak statis di satu tempat saja.

 

 

 

Foto : Lembaga Kebudayaan Betawi

 

Rebana Hadro

Rebana Hadro berukuran 25 cm – 35 cm. Lebih besar dari rebana ketimpring. Pada kayu kelongkongan dipasang tiga pasang lingkaran logam berfungsi sebagai kecrek. Rebana ini berfungsi sebagai hiburan. Rebana ini terdiri atas tiga instrumen yang posisi maupun fungsinya agak mirip, yakni : Bawa (berfungsi sebagai komando), Ganjil/Seling (pengiring), dan Gedug (pengiring). Bawa yang berfungsi sebagai komando irama pukulannya lebih rapat, Ganjil/Seling yang isi mengisi dengan Bawa dan Gedug yang fungsinya mirip dengan bass.

Yang khas dari tradisi Rebana Hadro adalah Adu Zikir yaitu lomba menghafal syair-syair Diwan Hadro maupun kitab maulid lainnya.

 

 

 

Foto : Medcom.id

Orkes Sambrah dan Tonil Sambrah

Orkes Sambrah adalah ensambel musik Betawi. Instrumen musiknya antara lain: harmonium, biola, gitas, string bas, tamborin, marakas, banyo, dan bas betot. Dalam menyajikan lagu, unsur alat musik harmonium sangat dominan. Maka orkes Sambrah disebut pula sebagai orkes Harmonium. Orkes ini dimanfaatkan sebagai sarana hiburan dalam berbagai acara. Terutama untuk memeriahkan resepsi pesta pernikahan.

Tonil Sambrah pengembangan dari Teater Bangsawan dan Komedi Stambul. Ia sudah muncul di Betawi sekitar tahun 1918. Tonil Sambrah termasuk kesenian yang komplit: musik, pantun, tari, lawak, dan lakon.

Seluruh pemain Tonil Sambrah umumnya laki-laki. Karena dalam pengertian mereka tidak boleh jika ada wanita yang bergabung dengan pria hukumnya haram.

Pada tahun 1940-an, khususnya pada masa pendudukan Jepang, tonil sambrah menghilang. Baru pada tahun 1950-an tonil ini muncul kembali, tetapi namanya menjadi Orkes Harmonium. Tonil Sambrah sesudah kemerdekaan ini ditata lebih rapi. Dikemas seperti halnya persiapan pementasan teater. Pemain perempuan sudah diperbolehkan ikut meramaikan pementasan.

 

Orkes Gambus

Orkes Gambus dahulu dikenal dengan sebutan irama Padang Pasir. Pada tahun 1940-an Orkes Gambus menjaditontonan yang disenangi. Bagi orang Betawi, tanpa nanggap Gambus pada pesta perkawinan atau khitanan dan sebagainya terasa kurang sempurna.

Orkes Gambus sudah ada di Betawi awal abad ke 19. Saat itu banyak imigran dari Hadramaut (Yaman Selatan) dan Gujarat datang ke Betawi.

 

 

Foto : Sumber.com

 

 

 

Sumber: Berbagai Sumber