Upacara Baritan / Sedekah Bumi

Upacara Baritan diselenggarakan oleh masyarakat Betawi, khususnya di kampung Pondok Rangon, dan Kampung Setu, Jakarta Timur. Kata Baritan berasal dari kata Baraka dalam ucapan masyarakat Betawi menjadi berkah, yang artinya karunia Tuhan yang mendatangkan kebaikan bagi kehidupan manusia.

Upacara Baritan disebut juga Bebarit dan beberapa nama lain seperti, Sedekah Bumi, Hajat Bumi, dan Bersih Kampung, sebagai tanda syukur masyarakat atas keberkahan hasil bumi yang melimpah ruah. Kelimpahruahan itu kemudian diekspresikan ke dalam berbagai bentuk persembahan berupa makanan, minuman, buah-buahan, hiburan, bancakan atau tahlilan dan menanam empat kepala kerbau (saat ini harga kerbau yang mahal sehingga digantikan dengan kepala kambing) di empat penjuru Kampung Pondok Rangon.

Baritan diselenggarakan setiap tahun (dahulu sesudah panen) pada Hari Raya Agung, tepatnya tanggal 10 bulan Haji. Di beberapa kampung diselenggarakan pada bulan Sya’ban atau bulan Rowah menjelang datangnya bulan puasa. Upacara ini dipusatkan di lokasi Keramat Ganceng dan dipimpin oleh kuncen (juru kunci) Keramat Ganceng.

Pelaksanaan ritus ini, terdiri atas empat tahap. Pertama persiapan (menghitung berapa kebutuhan biaya , jumlah undangan dan sebagainya). Tahap kedua adalah pelaksanaan ritualnya yang dipusatkan di makam Keramat Ganceng yang diisi dengan tahlilan dan makan bersama-sama seluruh peserta upacara. Biasanya pada siang sebelum upacara, seluruh peserta upacara mengantarkan sajen berupa bermacam-macam makanan, minuman, rujak, risol, kue basah, kue kering, aneka buah-buahan, dan semua yang merupakan hasil panen masyarakat setempat. Tahap ketiga adalah Ngarak Kepala Kerbau atau Kambing untuk ditanam di empat penjuru mata angin, termasuk menanam di Keramat Bambu Ampel. Tahap keempat hiburan berupa nanggap kliningan kanji, ibing sawer, wayang kulit dan layar tancep.